Asa Keluarga untuk Nama Baik Gus Dur Usai TAP MPR Dicabut

 


Jakarta - Tap MPR Nomor II/MPR/2001 tentang Pertanggungjawaban Presiden ke-4 RI, Abdurrahman Wahid atau Gus Dur telah dicabut. Keluarga merawat asa agar nama baik Gus Dur dipulihkan kembali.
Sebagaimana diketahui, Tap MPR Nomor II/MPR/2001 tentang Pertanggungjawaban Gus Dur kedudukannya resmi tak berlaku lagi. MPR mendorong mantan presiden RI seperti Sukarno, Soeharto, hingga Gus Dur untuk diberi penghargaan yang layak sesuai dengan undang-undang.

"Surat dari Fraksi PKB perihal kedudukan ketetapan MPR nomor 2/MPR 2001 tentang pertanggungjawaban presiden KH Abdurrahman Wahid. Berdasarkan kesepakatan rapat gabungan MPR dengan pimpinan fraksi kelompok DPD pada tanggal 23 September yang lalu, pimpinan MPR menegaskan Ketetapan MPR nomor 2/MPR 2001, tentang pertanggungjawaban presiden RI KH Abdurrahman Wahid saat ini kedudukan hukumnya tidak berlaku lagi," kata Ketua MPR Bambang Soesatyo (Bamsoet) di rapat paripurna, Senayan, Jakarta Pusat, Rabu (25/9).

Ia mendorong mantan presiden RI diberikan penghargaan dengan layak sesuai dengan undang-undang yang berlaku. Bamsoet kemudian menyinggung soal penerapan Pancasila.

"Yang tercermin dalam Pancasila sebagai acuan dasar dalam berpikir, bersikap, dan bertingkah laku dalam kehidupan berbangsa, pimpinan MPR juga mendorong agar jasa dan pengabdian dari para mantan Presiden seperti presiden Sukarno, mantan presiden Soeharto, dan mantan presiden Abdurrahman Wahid dapat diberikan penghargaan yang layak sesuai peraturan perundang-undangan," katanya.

Keluarga Apresiasi Langkah MPR

Istri mendiang Gus Dur, Sinta Nuriyah, mengapresiasi langkah MPR RI ini. Keluarga Gus Dur memahami bahwa langkah tersebut merupakan upaya rekonsiliasi nasional dan berharap bukan hanya sekadar politik basa-basi semata.

"Selama ini, Tap MPR tersebut menjadi ganjalan besar bagi kami keluarga Gus Dur dan masyarakat Indonesia lainnya. TAP MPR tersebut telah menjadi keputusan yang seolah menempatkan Gus Dur sebagai seorang pelanggar konstitusi tanpa kami bisa melakukan banding," kata Sinta dalam sambutannya di acara Silaturahmi Kebangsaan bersamaan MPR RI, gedung DPR, Senayan, Jakarta Pusat, Minggu (29/9).

Sinta mengatakan pencabutan Tap MPR tersebut merupakan langkah rehabilitasi nama baik Gus Dur. Ia berharap pencabutan Tap MPR ini bukan hanya upaya basa-basi politik.

"Kami paham pencabutan Tap MPR tersebut bersama dengan Tap-Tap MPR yang menjerat Presiden Sukarno dan Presiden Soeharto, dimaksudkan sebagai langkah untuk melakukan rekonsiliasi nasional suatu yang diperjuangkan pula oleh Gus Dur ketika memimpin bangsa hingga akhir hayatnya," tutur Sinta.

Keluarga Ingin Rekonsiliasi Dilakukan Sepenuhnya

Sinta berharap upaya rekonsiliasi nasional ini sebagaimana yang terjadi di Afrika Selatan. Ia ingin proses rekonsiliasi dilakukan sepenuhnya.

"Namun kami berpandangan bahwa rekonsiliasi tetap harus berdasar prinsip keadilan, agar bisa efektif diterapkan bukan sekadar basa-basi politik semata. Kami berharap rekonsiliasi ini dapat berjalan sebagaimana terjadi di Afrika Selatan semasa Nelson Mandela maupun yang terjadi di Timor Leste pada kemerdekaannya. Maka, kami keluarga Gus Dur menyambut proses rekonsiliasi ini dengan catatan dilakukan tidak dengan setengah hati," tambahnya.

Ia menyebutkan, dengan pencabutan ini, segala upaya yang dialamatkan kepada Gus Dur tak terbukti. Terutama, menurut dia, terkait dengan tindakan korupsi.

"Berbagai tuduhan dialamatkan kepada Gus Dur melalui prosedur yang salah dan saling tabrak dan sampai detik ini tidak ada satupun dari tujuan tersebut yang terbukti. Bagi kami yang paling menyakitkan adalah tuduhan seolah Gus Dur telah melakukan tindakan korupsi," ujar Sinta.

"Semua orang yang mengenal Gus Dur dan saya rasa di ruangan ini banyak sekali orang yang pernah secara langsung berinteraksi dengan Gus Dur bisa bersaksi tentang kesederhanaan Gus Dur. Sampai akhir hayatnya Gus Dur tidak pernah menumpuk harta benda," imbuhnya.

Rekomendasi Keluarga

Keluarga merekomendasikan dua langkah yang bisa dilakukan seusai pencabutan Tap itu. Langkah pertama yakni mengembalikan nama baik Gus Dur.

"Apa yang terjadi pada Gus Dur tidak boleh berlangsung lagi di negara ini. Karena itu, kami memandang dua langkah yang konkret yang bisa diupayakan setelah pencabutan Tap MPR Nomor II-MPR-2001. Pertama, nama Gus Dur segera direhabilitasi dengan mengembalikan nama baik martabat dan hak-haknya sebagai mantan Presiden," kata Sinta.

Sinta juga menyarankan agar publikasi buku-buku yang menyertakan penurunan Gus Dur sebagai presiden RI segera ditarik. Dia berharap isi buku tersebut direvisi sebelum diedarkan lagi.

"Kedua, segala bentuk publikasi baik buku pelajaran maupun buku-buku yang menyangkut-pautkan Penurunan Gus Dur dengan Tap MPR Nomor II/MPR/2001 mesti ditarik untuk direvisi," ujar Sinta.

Tanggapan Ketua MPR

Ketua MPR Bamsoet mengatakan Gus Dur adalah sosok yang mampu melihat jauh nasib bangsa Indonesia ke depan. Bamsoet memutar kembali soal penyataan Gus Dur terkait Prabowo Subianto adalah orang yang paling ikhlas untuk Indonesia.

Hal itu disampaikan Bamsoet dalam 'Silaturahmi Kebangsaan' MPR RI dengan keluarga Gus Dur. Bamsoet mulanya menyertakan potongan video wawancara Gus Dur menjelang Pemilu Presiden 2009.

"Nah, sekarang ada empat nih Gus yang sempur-sempur sebagai kandidat terkuat. Ada Pak SBY, kemudian juga ada Pak Prabowo, ada Ibu Mega, dan Pak JK. Dari empat ini, menurut Gus Dur, mana yang kira-kira akan dipilih oleh rakyat, dan diterima oleh rakyat Indonesia?" ujar moderator dalam salah satu stasiun televisi yang ditayangkan Bamsoet, Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta Pusat, Minggu (29/9).

"Kalau orang yang paling ikhlas kepada rakyat Indonesia itu Prabowo," lanjut Gus Dur dalam tayangan tersebut.

Moderator lantas bertanya apa alasan Prabowo disebut orang paling ikhlas. Gus Dur mengatakan banyak hal yang sudah dilakukan Prabowo untuk bangsa.

"Nah, ya banyaklah yang saya pikir itu menunjukkan bagaimana dia ikhlas gitu kepada rakyat Indonesia," ungkap Gus Dur dalam tayangan video.

Bamsoet menyebut hari ini pernyataan Gus Dur terwujud. Prabowo Subianto kini menjadi Presiden ke-8 RI.

"Kita melihat jauh ke depan yang tidak bisa dilihat oleh mata manusia biasa, mata hati manusia biasa. Dia buktikan hari ini Prabowo Subianto terwujud menjadi Presiden Republik Indonesia yang ke-8, yang sudah dilihat Gus Dur beberapa puluh tahun yang lalu," ujar Bamsoet.

Sunber : detiknews 

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel