Kandas Gugatan Novel Baswedan soal Batas Usia Capim KPK

 


Jakarta - Upaya konstitusional mantan penyidik KPK, Novel Baswedan, untuk mengubah syarat batas usia calon pimpinan KPK selesai sudah. Gugatannya ke Mahkamah Konstitusi (MK) berakhir kandas.
Lewat gugatannya, Novel ingin agar calon pimpinan KPK yang belum berusia 50 tahun juga tetap bisa menjadi calon pimpinan KPK asalkan orang tersebut berpengalaman minimal satu periode jabatan di KPK.

"Berusia paling rendah 50 (lima puluh) tahun atau berpengalaman sebagai pimpinan KPK atau berpengalaman sebagai pegawai KPK yang menjalankan fungsi utama KPK, yaitu pencegahan atau penegakan hukum tindak pidana korupsi, sekurang-kurangnya selama 1 (satu) periode masa jabatan pimpinan KPK, atau paling tinggi berusia 65 (enam puluh lima) tahun," bunyi petitum yang dimohonkan Novel ke MK.

Kamis (12/9/2024), MK menolak uji materi Pasal 29 huruf e UU Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK, dalam putusan perkara 68/PUU-XXII/2024.

Dalam pertimbangannya, MK dapat memahami argumentasi pemohon. Namun, kata Suhartoyo, belum adanya kesempatan pemohon untuk mengikuti pendaftaran calon pimpinan KPK periode ini, tidak menutup upaya untuk memperbaiki KPK. MK berargumen, pengubahan syarat usia tidak akan memengaruhi jumlah pendaftar berintegritas. Sebagaimana diketahui, kini KPK juga sedang berproses menyeleksi calon pimpinan lewat Panitia Seleksi.

"Sesungguhnya dengan mengubah batas syarat paling rendah usia calon pimpinan KPK, menjadi lebih rendah atau menjadi lebih tinggi, menurut Mahkamah tidak akan serta-merta mengakibatkan bertambahnya jumlah pendaftar yang berintegritas atau berkurangnya jumlah pendaftar yang berintegritas," kata Ketua MK Suhartoyo dalam sidang putusan.

Dissenting opinion dari Arsul Sani

Hakim konstitusi Arsul Sani mempunyai pendapat berbeda atau dissenting opinion terkait putusan MK tersebut. Arsul mengatakan seharusnya MK memberikan ruang kepada pegawai KPK untuk mengikuti seleksi calon pimpinan KPK.

"Saya menyepakati bahwa posisi pimpinan KPK ini seyogianya diisi oleh orang-orang yang bukan saja hanya memenuhi syarat yang ditentukan oleh syarat yang secara formal ditetapkan dalam angka 21 dari UU 19/2019 yang mengubah Pasal 29 UU 30/2002, tetapi juga seyogianya membuka ruang bagi orang yang meskipun belum mencapai usia minimum yang ditentukan UU 19/2019," kata Arsul.

"Namun memiliki kemampuan (kompetensi) dan pengalaman dalam melaksanakan tugas, fungsi, dan kewenangan KPK di bidang pemberantasan korupsi serta pemahaman terhadap sistem kerja, permasalahan, dan target kinerja yang hendak dicapai oleh KPK," imbuhnya.

putusan hakim konstitusi terkait uji materi No 8/PUU-XXII/2024 tentang syarat usia pimpinan KPK di Jakarta, Kamis (12/9/2024). Foto: Ari Saputra
Adapun hakim konstitusi Arief Hidayat dalam sidang menyampaikan agar DPR dan pemerintah tidak sering-sering mengubah syarat usia sesuka hati. Soalnya bila aturan mengenai batas usia sering digonta-ganti, maka itu akan menimbulkan ketidakpastian hukum.

"Karena mudahnya terjadi pergeseran parameter acuan kapabilitas atau kompetensi seseorang untuk menduduki jabatan dalam suatu lembaga organisasi publik. Jika hal tersebut sering diubah, besar kemungkinan pembentuk undang-undang akan merumuskan kebijakan 'penyesuaian usia' untuk menghalangi hak konstitusional warga negara lainnya dengan tujuan antara lain untuk 'motif politik' tertentu," tutur Arief Hidayat.

Tanggapan Novel Baswedan

Meski dia ingin agar Pasal 29 huruf e UU KPK berubah sesuai keinginannya (dan itu tidak dikabulkan MK), namun Novel Baswedan sendiri dapat menerima putusan MK itu. Dia menghormati putusan para wakil tuhan di Jl Medan Merdeka Barat itu.

"Tentunya secara pribadi sama dengan rekan-rekan, saya tentunya menghormati segala putusan yang disampaikan MK," kata Novel di gedung MK, Jakarta Pusat, Kamis (12/9/2024).

Namun, Novel menyampaikan sejumlah catatan penting. Novel menyoroti pertimbangan MK mengenai perubahan batas usia yang dilakukan berulang kali berkaitan dengan KPK. MK berargumen masyarakat tetap dapat berkontribusi untuk kemajuan KPK. Namun Novel pesimistis soal pokok pikiran dari MK tersebut.

"Peran serta masyarakat yang seperti apa yang bisa berjalan di masa sekarang ini?" ujar Novel.

Dia merasa masyarakat sulit berperan kontributif ke KPK di masa kepemimpinan Firli Bahuri dkk. Novel khawatir jika proses pemilihan pimpinan KPK bermasalah. Menurutnya, jika hal itu terjadi, maka peran masyarakat akan semakin sulit.

"Tentunya kita khawatir sebagaimana saya sampaikan nanti, apabila KPK semakin tidak baik dengan dipilihnya pimpinan KPK yang bermasalah, atau ternyata tidak cukup punya kesungguhan untuk memperjuangkan KPK bisa sungguh-sungguh dalam memberantas korupsi, maka kita bisa lihat ke depan kira-kira akan seperti apa," ujarnya.

Sumber : detiknews 

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel